Salah satu penyebabnya karena banyaknya timbunan oksidan di dalam tubuh. Mengatasi oksidan ini biasanya dengan pemberian antioksidan yang dikonsumsi secara rutin. Meskipun begitu, tidak berarti oksidan ini benar-benar hilang dari badan.
“Oksidan memang harus dikeluarkan. Kalau tidak ia akan menjadi biang onar yang menimbulkan berbagai ketidaknyamanan,” ujar pemerhati kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember (UMJ) dan peneliti bekam, Wahyudi Widada, S.Kep., M.Ked., kepada Sinar Harapan beberapa waktu lalu.
Oksidan muncul karena “kekalahan” sistem daya tubuh dengan penyerang dari luar tubuh manusia. Sistem daya tahan tubuh terdiri dari leukosit, hormon, dan enzim dikalahkan oleh penyerang dari luar tubuh, seperti bakteri, virus, dan parasit. Akibatnya, daya tahan tubuh pun melemah.
Pemberian antioksidan sebetulnya hanya menjaga agar oksidan tidak bertambah tinggi, tetapi oksidan sendiri yang menjadi biang masalah tidak dikeluarkan dari tubuh. Di kalangan medis sendiri, lebih mengutamakan pemberian antioksidan ini dibandingkan dengan mengeluarkan oksidannya.
“Selama ini para dokter tidak terlalu memperhatikan masalah oksidan. Mereka lebih banyak berkutat dengan penyebab penyakitnya,” ujar Wahyudi.
Metode untuk mengeluarkan oksidan dari tubuh dikenal dengan nama Oxidant Releasing Therapy (ORT) atau Terapi Oksidan. Di Indonesia metode ini dikenalkan oleh Candra P. Pusponegoro, terapis di Bengkel Manusia, Bukan Sembarang Bekam...! Teknik yang dilakukannya dengan meniru kerja lintah yang menghisap darah manusia.
"Gigitan lintah itu (kira-kira) 0,09 milimeter dan kemudian menghisap. Prinsip kerja yang sama diterapkan untuk Terapi Oksidan,” ujar Candra. Gagasan untuk menerapkan metode ini hinggap dalam benaknya ketika dia mendapatkan pelajaran khusus selama di Timur Tengah.
"Saya banyak belajar waktu itu. Peluang internet yang terbuka lebar memungkinkan saya mendapatkan banyak data dan pemahaman ilmiah," jelas Candra.
Proses berikutnya bukannya tanpa tantangan. Untuk bisa melakukan torehan hanya sedalam 0,09 milimeter, bukan ketrampilan yang mudah. Candra menggunakan balon yang sangat tipis dan mudah sobek untuk medianya. Dengan pisau bedah steril yang sangat tajam, ia sangat hati-hati menggores balon itu.
“Balonnya tidak boleh pecah, tetapi ada bekas torehan yang tertinggal,” jelasnya. Setahun ketrampilan ini dipelajarinya. Ratusan balon sudah habis di tangannya. Teknik ini harus dipelajari, sebab jika kedalaman torehan lebih dari 0,09 milimeter maka darah lain yang keluar dan bukan oksidan.
Bedah Minor dan Cupping
Torehan atau bedah minor ini dilakukan pada titik-titik tertentu di tubuh pasien. Terapis kemudian menentukan Motor Point Therapy (MPT). MPT yang akan ditoreh harus dibersihkan dengan alkohol dan diberi antiseptik, setelah itu baru dikop (cupping) selama tiga hingga lima menit.
Hasilnya, kulit akan menjadi sedikit keras, yang memudahkan untuk ditoreh sedalam 0,09 mm dan sepanjang 0,5 cm. Pengobatan dengan cara dikop yang dikenal masyarakat Jawa ini sebetulnya berasal dari Bahasa Inggris, cupping.
Setelah ditoreh atau dalam Bahasa Melayu dikenal dengan istilah bekam, oksidan dikeluarkan dengan cara dikop lagi. Metode ini diulang-ulang di atas MPT hingga bersih. Pengobatan bekam atau hijamah berarti torehan darah.
Dalam masyarakat Melayu istilah bekam lebih dikenal sebagai pembuangan darah. Oksidan yang keluar ini bercampur dengan berbagai racun tubuh.
“'Oksidan yang keluar dari tubuh warnanya hitam, kental, dan tidak beraroma. Inilah yang menyumbat aliran darah ke organ-organ tertentu dalam tubuh yang mengakibatkan kerjanya terganggu sehingga timbul penyakit,” ujar Candra P. Pusponegoro yang praktik dan mendirikan Bengkel Manusia di Jalan S Nomor 4 Cempaka Putih Barat XIX Jakarta Pusat mulai awal tahun 2005.
Setelah selesai, maka sterilisasi dilakukan dengan mengolehkan antispetik. “Yang paling utama adalah faktor kebersihan dan steril supaya tidak mengakibatkan luka. Kalau semua syarat ini dipenuhi maka metode ini aman,” sambung Wahyudi.
Wahyudi yang juga paramedis mengharapkan, metode ini masuk dalam kurikulum pendidikan dokter dan dibuka unit khusus di rumah sakit. Metode ini menurutnya selain murah juga hasilnya memuaskan.
“Setelah oksidan dikeluarkan, ada pengaruh yang signifikan terhadap kadar penyakit. Misalnya orang yang menderita penyakit gula (diabetes mellitus), kadar gula dalam darahnya menjadi normal,” imbuh Wahyudi.
Kata Candra, berbagai macam penyakit bisa diterapi. Misalnya insomnia, jerawat, kencing manis (diabetes mellitus), asma, arthritis, kadar LDL dan trigliserida meninggi dalam darah, hipertensi, tekanan darah rendah (hipotensi), pengapuran, dan kegemukan/kelebihan berat badan (obesitas).
Termasuk juga pengeroposan tulang (osteoporosis), stroke, varices, depresi, gangguan kepribadian, gangguan makan, kecemasan, atau gangguan fungsi seks. Candra sendiri sudah mempraktekkanya dalam berbagai jenis penyakit termasuk untuk tumor dan kanker.
Untuk masyarakat perkotaan, Terapi Oksidan dapat dilakukan untuk menciptakan inner beauty dan menurunkan berat badan. Cara ini relatif aman dan murah, prosesnya pun cepat. Terapi ini juga bisa dilakukan untuk pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) terhadap serangan-serangan penyakit.
“Dengan ORT dapat membangkitkan sistim imunitas yang maksimal dan alami tanpa harus menggunakan suplemen atau obat. Sebab seorang yang sehat juga akan mengalami penumpukan toksin dan zat-zat beracun yang sangat berbahaya bagi tubuh,” ujar Candra. (Emmy Kuswandari/Sinar Harapan)