Jawaban:
Salah Berobat Segera Bertobat Sebelum Maut Menjemput
Terima kasih atas pertanyaan Saudari. Kami akan memerinci satu per satu persoalan Anda supaya lebih jelas dan bisa tercapai solusinya. Pertama masalah putus asa. Ketika seseorang ditimpa musibah masalah keduniawian, seperti sakit, gagal dalam pekerjaan, pemutusan hubungan kerja (PHK), peceraian, miskin, atau berbagai cobaan selainnya maka hal ini tidak lain adalah ujian dari Allah dalam dinamika kehidupan.
Allah melarang kita untuk berputus asa. Sesungguhnya sikap putus asa itu hanya ada bagi orang-orang sesat. Jadi, sebagai orang Islam kita tidak boleh berputus asa, karena kita bukan termasuk orang-orang yang tersesat selama masih memeluk Islam dan beriman kepada Allah serta Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Solusinya, kita harus banyak belajar dan mendalami tentang agama Islam secara komprehensif.
Sebagaima firman Allah dalam surat Al Hijr ayat 56 dan Az Zumar ayat 53, yang artinya;
“Ibrahim berkata: Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat” (QS. Al Hijr 56).
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar 53).
Salah satu bahaya akibat putus asa adalah membuat diri kita lupa terhadap kebaikan yang telah diberikan Allah. Sangat banyak nikmat Allah yang sudah diberikan kepada kita sejak lahir sampai saat ini. Seperti bisa berfikir dan bertindak normal, punya rasa malu, bisa membedakan baik/buruk, bisa buang air (kecil/besar) tanpa halangan, dan kenikmatan-kenikmatan lain yang tidak terhingga jumlahnya sering tidak kita syukuri.
Bahkan Allah menegur manusia dalam Al Qur’an pada surat A Ruum 36, yang artinya;
“Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa” (QS. Ar Ruum 36).
Dari ayat ini dapat diambil pelajarannya bahwa sikap putus asa membuat kita lupa kepada kebaikan yang pernah diberikan Allah pada kita pada saat senang (bersukacita). Lalu saat ditimpa musibah, kita menjadi lupa terhadap kebaikan-kebaikan tersebut karena tertutupi sikap putus asa. Dalam Islam, lupa dan melupakan kebaikan, nikmat, dan karunia disebut dengan “kufur nikmat” atau selalu merasa kurang dan tidak pandai bersyukur.
Kedua menyembelih hewan. Dalam Al Qur’an dijelaskan bagaimana ketentuan binatang yang halal dimakan, yakni melalui proses penyembelihan yang sesuai syariat Islam. Hal ini berkaitan erat dengan jenis binatang apa yang disembelih, siapa yang menyembelihnya, bagaimana cara menyembelih, dan apa yang dibaca saat menyembelih hewan tersebut. Jadi kalau tidak sesuai syariat Islam, maka menyembelih hewan hukumnya haram.
Firman Allah;
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang terjatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala ” (QS. Al Maidah 3).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berabda;
“Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Apabila kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih” (HR. Muslim).
Ayat dan hadis di atas mengandung tuntunan bahwa proses penyembelihan hewan sangat jelas diatur dalam Islam. Bahkan penyembelih binatang dilarang untuk menyakiti binatang yang akan disembelih baik ketika akan menyembelih dan saat proses menyembelih. Islam juga mengajarkan rukun penyembelihan hewan. Rukun merupakan unsur yang paling penting dan harus ada untuk setiap melakukan sebuah ibadah.
Misalnya rukun salat, rukun umrah, rukun haji, rukun nikah, dan rukun-rukun lainnya. Rukun adalah ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan suatu pekerjaan (ibadah). Jika tidak terpenuhi maka pekerjaan (ibadah) tersebut tidak sah (batal). Menyembelih binatang adalah bagian dari sebuah ibadah. Maka penyembelihan hewan ada rukunnya dan rukun menyembelih binatang dalam Islam harus memperhatikan;
1. Orang yang menyembelih
2. Hewan yang disembelih
3. Niat menyembelih
4. Alat untuk menyembelih
5. Syarat penyembelihan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berabda;
“Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Alla ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku (Rasulullah) akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (Ethiopia)” (HR. Bukhari).
Ketiga masalah salat lima waktu. Suami dan ciri laki-laki saleh menurut Islam adalah sosok pemimpin untuk wanita, terutama dalam kehidupan berumah tangga. Hal tersebut tidak hanya berupa tanggung jawab sebagai seorang pemimpin di dunia saja. Tetapi juga segala hal yang berkaitan atau berhubungan dengan akhirat. Seorang suami wajib untuk membimbing istri menjadi sosok yang lebih baik ibadah dan akhlaknya.
Salat merupakan rukun Islam yang kedua dari lima rukun Islam yang ada (syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji). Salat adalah tiang agama dan salat wajib (fardhu) merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan dan tidak boleh diwakilkan. Mengerjkan salat wajib bagi orang yang baligh, orang sakit dan sehat, sedang mukim maupun safar, dan dikerjakan dalam kondisi aman atau perang, jika meninggakan salat pelakunya dihukumi kufur.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berabda;
“Pemisah antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan salat” (HR. Muslim)
Dalam hadis lainnya;
“Perjanjian antara kami dengan mereka (orang-orang kafir) adalah salat, barangsiapa meninggalkan salat maka dia telah kafir” (HR. Ahmad).
Jika kita lihat hadis-hadis di atas dan penjelasan para ulama, ancaman bagi orang Islam yang meninggalkan salat wajib (fardhu) tidak main-main, pelakunya dihukumi kufur. Oleh karena itu, di antara ulama ada yang berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan salat hukumnya kufur dan sampai pada derajat kafir. Oleh sebab itu, memilih (menyeleksi) calon suami dan istri sebelum perkawinan adalah hal yang sangat utama.
Firman Allah;
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat. Selain tidak pernah salat, Allah menyiapkan neraka Saqar bagi mereka yang tidak pernah memberi makan orang miskin, membicarakan keburukan, dan tidak percaya hari pembalasan” (QS. Al-Mudatsir 42-46).
Silakan Anda diobati ke Bengkel Manusia Indonesia untuk terapi bekam dan ruqyah. Dengan cara ini menjadi salah satu solusi terbaik saat ini. Adapun menyikapi suami yang sikapnya kasar dan perangai sangat buruk maka hadapi dengan cara-cara yang santun dan bijaksana. Selalu mengedepankan rasa kekeluargaan supaya tidak terjadi rasa sakit hati dan dendam di antara pihak-pihak yang bertikai.
Silakan Anda klik tautan di bawah ini tentang pertanyaan mengenai hukum berobat kepada tukang sihir (orang pintar) dan suami berperangai buruk dan kasar yang selalu mengucapkan cerai saat marah, dan suami yang enggan salat lima waktu:
Hukum Suami Marah Mengucapkan Cerai
Mendatangi Ahli Sihir: Ditolak 40 Malam
Celakalah Orang yang Lalai Salatnya