Metode Rukyatul Hilal
Berdasarkan data Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Republik Indonesia, pada Kamis, 29 Ramadan 1444 Hijriah atau 20 April 2023 Masehi, posisi hilal (bulan) saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia berada di atas ufuk dengan ketinggian antara 0° 45’ (0 derajat 45 menit) sampai 2° 21,6’ (2 derajat 21,6 menit).
Sudut elongasi antara 1° 28,2’ (1 derajat 28,2 menit) sampai dengan 3° 5,4’ (3 derajat 5,4 menit). Dari data ini, sangat dimungkinkan bahwa hilal tidak bisa terlihat saat kegiatan pengamatan (rukyatul hilal) yang kemudian dilanjutkan dengan Sidang Isbat awal Syawal 1444 Hijriah oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dengan tidak terlihatnya hilal tersebut maka bulan Ramadhan 1444 Hijriah digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). Perbedaan hasil antara metode hisab dan rukyat ini pun akan menjadikan perbedaan pelaksanaan Idul Fitri 1444 Hijriah atau 2023 Masehi.
Metode Wujudul Hilal
Sedangkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat 21 April 2023. Hal tersebut tertuang dalam Maklumat Nomor 1/MLM/L0/E/2023 yang diterbitkan pada Sabtu (21/1/2023) lalu di Yogyakarta.
Dasar ketetapan Idul Fitri 2023 berdasarkan pada perhitungan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dijadikan pedoman oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Ada pun bunyi keputusan tersebut adalah sebagai berikut;
a. Pada Kamis Legi, 29 Ramadan 1444 Hijriah (20 April 2023 Masehi) ijtimak menjelang Syawal 1444 Hijriah terjadi pukul 11:15:06 WIB.
b. Tinggi bulan saat matahari tenggelam di Yogyakarta ( = -07o 48’ dan λ = 110o 21’ BT) = +01o 47’ 58” (hilal sudah terlihat) dan di seluruh Indonesia saat matahari terbenam itu bulan di atas ufuk.
c. 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat Pahing, 21 April 2023 M.
Perbedaan Adalah Khasanah
Perbedaan dalam menentukan awal bulan dalam Islam merupakan kekayaan dari khasanah keilmuan. Keilmuan falak seperti rukyat dan hisab sudah menjadi pembahasan para ulama terdahulu sampai sekarang dengan berbagai perbedaan pandangan yang ada.
Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan pemahaman terhadap teks atau nash yang ada. Baik itu dari Al Qur’an dan sunnah. Bagi yang menggunakan metode hisab (perhitungan), selama sudah ada hilal (wujudul hilal) maka tanggal 1 sudah masuk.
Namun, bagi yang menggunakan metode rukyat, keberadaan bulan tersebut harus dipastikan dengan aktivitas rukyat atau melihat hilal langsung dengan mata atau bantuan alat (teropong).
Perlu edukasi secara menyeluruh kepada masyarakat bahwa perbedaan metode hisab dan rukyat merupakan kekayaan yang dimiliki umat Islam. Perbedaan ini tidak boleh dijadikan modal untuk saling menyalahkan dan saling mengolok-olok yang mengarah kepada perpecahan.
Terutama di era digital sekarang ini ketika setiap orang bisa mengatakan apa saja dan bisa diketahui oleh orang di mana saja. Perbedaan dalam pandangan ini sering dijadikan bahan ’olok-olok’ demi mendapatkan keuntungan pribadinya.
Toleransi dalam perbedaan 1 Syawal 1444 Hijriah ini memiliki kaitan dengan sikap moderasi dalam beragama. Karena problem dalam moderasi beragama adalah berkembangnya klaim atau penilaian subjektif kebenaran atas nama agama.
Menilai pemahaman dirinyalah yang paling benar dan yang lain salah adalah kekeliruan besar dan kesombongan. Moderasi beragama adalah mencerdaskan kehidupan beragama.
Jadi moderasi beragama mencerdaskan masyarakat dengan mengetahui bahwa perbedaan lebaran sebabnya adalah perbedaan pandangan tentang rukyatul hilal
Yang satu berpandangan bahwa harus melihat dengan mata telanjang. Dan yang satunya sudah ada (wujudul hilal). Menyikapi ini masyarakat harus tetap saling menghormati dan tidak saling menyalahkan bahkan merasa paling benar sendiri.
Semua keputusan memiliki dasar masing-masing yang perlu dihormati dalam upaya toleransi dan saling menghormati. Jika ada yang beda, tidak perlu dipermasalahkan. Semua memiliki caranya masing-masing. Wallahu A’lam Bish Shawwab.